Perempuan dan anak-anak berada pada risiko mengalami berbagai bentuk kekerasan fisik, psikologis, dan
seksual. Risiko ini lebih tinggi daripada laki-laki karena mereka seringkali terstigma sebagai orang yang
lemah dan tidak berdaya secara fisik, juga karena adanya ketidaksetaraan sosial, ekonomi, budaya, gender,
dan usia. Fenomena ini menyebabkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak lebih sering terjadi
dibandingkan kasus kekerasan terhadap laki-laki. Di Indonesia, termasuk di kota Tangerang Selatan,
banyak terjadi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, yang berakibat pada kondisi fisik,
psikologis, sosial, ekonomi, dan budaya yang negatif bagi korban. Dalam menangani fenomena ini Kota
Tangerang Selatan membutuhkan wadah yang dapat memfasilitasi korban dalam rehabilitas dan
pemberdayaan secara optimal. Perancangan rumah aman hadir untuk memberikan korban pelayanan
berupa pelaporan, rehabilitasi dan pemberdayaan. Dengan menerapkan pendekatan arsitektur terapeutik
yang berfokus pada manusia, dengan tujuan mengidentifikasi dan mendukung proses interaksi dengan
aspek psikologis dan fisiologis korban dengan lingkungan yang restoratif untuk mencapai tingkat
kesejahteraan yang maksimal. Dengan menggunakan prinsip arsitektur terapetik dengan mengupayakan
aktivitas alam secara langsung dan tidak langsung, serta memisahkan ruang pasien dengan pengunjung
dan pemilihan furnitur dan material yang tidak membahayakan pasien baik secara psikis dan fisik.
Kata kunci: Perempuan dan anak, dampak, rumah aman, arsitektur terapeutik, rehabilitasi