Penelitian ini didasari dengan adanya aktivitas wisata di Indonesia yang merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar Indonesia. Namun, diluar dari segala jenis wisata yang tersedia, terdapat salah satu dari beberapa wisata minat khusus yang masih dianggap tabu sehingga aktivitas wisata tersebut tidak terlalu didorong aktivitas wisatanya terutama di Indonesia yaitu sex tourism atau wisata seks. Indonesia yang masih sangat kental dengan budaya ketimurannya, membuat wisata ini tidak terlalu dipublikasikan untuk umum. Tidak dapat dipungkiri wisata seks yang terjadi di Bali ini tidak lain merupakan salah satu dampak negatif yang muncul akibat adanya westernisasi atau budaya kebarat baratan yang diadopsi dari para wisatawan yang datang dan membawa budaya mereka ke Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fenomena yang terjadi serta motivasi dibalik wisata seks ini. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dimana pengumpulan data untuk penelitian ini menggunakan teknik observasi partisipatif dan wawancara secara langsung dengan pelaku wisata seks ini yang dilakukan di Legian. Berdasarkan penyajian data, hasil observasi, hasil wawancara dan hasil analisis bisa disimpulkan bahwa fenomena ini dapat terjadi akibat adanya beberapa faktor yang mendorong penyedia jasa seks untuk melakukan kegiatan tersebut seperti tingkat pendidikan, keahlian yang dimiliki, kelainan seksual, pergaulan maupun lingkungan hidup, kegagalan kehidupan romansa, tekanan ekonomi dan lain sebagainya. Begitu pula dengan konsumen yang ikut terlibat dalam hal ini. Namun kendati adanya peraturan yang mengatur mengenai wisata seks ini, wisata seks ini masih ada di Legian, Bali.